Oktober 02, 2008
Minuman Isotonik Tak Selalu Baik Untuk Diminum
Bagi kebanyakan orang, hal berat saat berpuasa, bukanlah menahan lapar, melainkan menahan rasa haus. Makanya, setelah melewati siang yang terik, minuman segar menjadi menu incaran pertama banyak orang saat berbuka puasa. Salah satu pelepas haus yang belakangan populer adalah minuman isotonik.
Melihat besarnya animo masyarakat menenggak minuman jenis ini, para produsen minuman pun berlomba-lomba membanjiri pasar dengan berbagai merek minuman isotonik. Kini, sekitar sepuluh merek minuman isotonik beredar di pasaran.
Tapi, benarkah minuman isotonik memiliki khasiat sehebat yang digembargemborkan iklannya? Bolehkah minuman ini dikonsumsi sembarang orang?
Sebelumnya, mari kita memahami apa sebetulnya minuman isotonik tersebut. Secara sederhana, minuman isotonik adalah larutan yang memiliki kandungan garam mineral sama dengan sel tubuh dan darah. Dengan demikian, larutan itu memiliki tekanan yang sama dengan dinding pembuluh darah.
"Kalau tekanannya sama, cairan itu lebih mudah diserap oleh tubuh," kata Samuel Untoro, Ahli Gizi dari Klinik Nutrisi, Jakarta.
Karena sifatnya yang mudah diserap tubuh itulah, kemudian para produsen memposisikan minuman isotonik sebagai minuman pengganti cairan tubuh yang hilang. Hal ini pula yang ditonjolkan para produsen dalam beriklan dan menarik pembeli minuman isotonik buatannya.
Bisa membikin ginjal bekerja esktrakeras
Tapi sebetulnya, Man itu menunjukkan, minuman isotonik tidak untuk ditenggak kapan saja kita mau. "Minuman isotonik sebaiknya diminum ketika kita keluar keringat banyak, seperti setelah melakukan aktivitas fisik berat atau berolahraga," kata Yusnalaini Y. Mukawi, Ahli Gizi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta.
Saat berkeringat, tubuh kita mengeluarkan sejumlah mineral penting yang dibutuhkan tubuh, seperti natrium (Na) dan klorida (CI), lewat pori-pori kulit. Nah, minuman isotonik bisa menggantikan mineral-mineral tadi dengan cepat. Maklum, komposisi minuman isotonik antara lain juga terdiri dari natrium, kalium, klorida, dan sedikit gula.
Tapi, jika kita menjalankan aktivitas biasa-biasa saja dan tidak sehabis berolahraga, kita sebetulnya tidak membutuhkan minuman isotonik. Sebab, kita biasanya juga memperoleh asupan mineral tadi dari makan yang kita konsumsi.
Misalnya saja, kita memperoleh natrium dan kalim dari garam yang dipakai sebagai bumbu dapur dalam sayuran atau lauk pauk yang kita santap. "Jadi, kalau tidak melakukan aktivitas fisik berlebihan, minum air putih saja cukup," kata Yusnalaini.
Lantaran mengandung garam, minuman isotonik tidak boleh dikonsumsi secara sembarangan oleh penderita hipertensi. Sebab, kelebihan asupan natrium bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah pada penderita hipertensi.
Penderita ginjal sebaiknya juga berhati-hati mengonsumsi minuman isotonik. Soalnya, konsumsi minuman isotonik bisa memaksa ginjal bekerja lebih keras untuk membuang kelebihan mineral yang tak dibutuhkan tubuh. Dus, ini bisa memperparah penyakit ginjal.
Orang yang kondisi tubuhnya sehat atau normal sekalipun, tidak boleh mengkonsumsi minuman isotonik secara berlebihan. Sebab, untuk rentang waktu panjang, itu bisa menimbulkan efek samping yang serius. Misal, "Tubuh lemah, jantung berdebar, cardiacrate, atau detak jantung berhenti," kata Samuel. Adapun, efek samping ringan dari menenggak minuman isotonik secara berlebihan adalah perut kembung. "Jadi, minum maksimal 2-3 kaleng sehari," kata Samuel mewanti-wanti.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar